MANADO, INFONESIA24.COM – Jelang sepekan tahapan pendaftaran bakal calon pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, sejumlah petahana di Sulawesi Utara dihadapi ketidakpastian.
Pasalnya, belakangan ini beberapa petahana diduga melanggar Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Khususnya pasal 71 ayat 2, yakni Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
Sementara, dalam pasal 71 ayat 5, Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Menanggapi situasi ini, pengamat politik dan pemerintahan Josef Kairupan SIP MIP menekankan, pentingnya partai politik (parpol) untuk berhati-hati dalam mengusung calon.
Menurutnya, aturan yang telah tertuang dalam undang-undang harus diikuti dengan tegas. “Dalam sistem tata negara, proses demokrasi harus berjalan sesuai aturan yang ada,” ujar Kairupan, Selasa (20/8/2024).
Ia menambahkan, jika parpol tetap memaksakan pengusungan calon yang bermasalah, potensi masalah hukum di masa depan sangat besar. “Oleh karena itu, parpol harus bijak dan cermat dalam memilih calon yang tidak memiliki masalah hukum,” tegas Kairupan, yang juga seorang akademisi di Universitas Sam Ratulangi (Unsrat).
Dari perspektif politis, Kairupan menekankan bahwa parpol seharusnya tidak hanya memikirkan kepentingan sempit, melainkan juga mempertimbangkan rekam jejak calon yang akan diusung. “Jika calon yang diusung kemudian didiskualifikasi karena pelanggaran, kerugian besar akan menimpa parpol itu sendiri,” jelasnya.
Lebih jauh, Kairupan mengingatkan bahwa mengusung petahana yang diduga melakukan pelanggaran dapat menciptakan preseden buruk bagi parpol. Ini bisa menimbulkan kesan bahwa parpol tersebut tidak taat hukum, bahkan berusaha mengakali aturan yang ada.
“Hal ini juga dapat memberikan edukasi yang buruk kepada publik tentang integritas dan kepatuhan terhadap hukum,” tambahnya.
Kairupan menekankan bahwa dalam politik, ada aturan main yang harus ditaati. Jika parpol melanggar aturan tersebut, terlebih jika parpol tersebut sebelumnya pernah berkuasa, hal ini bisa sangat merugikan posisi politik mereka di masa depan. (*/jim)