SANGIHE, INFONESIA24.COM – Lelaki ST yang diketahui selaku oknum kontraktor pembangunan gedung asrama siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 1 Tahuna tahun anggaran 2020, resmi ditahan oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Sangihe atas kasus dugaan tindak pidana korupsi, pada Senin (16/12/2024).
Saat konferensi pers, Kepala Kejari Sangihe Hendra A Ginting SH MH menjelaskan, bahwa penahanan terhadap oknum kontraktor itu karena pihaknya telah mengantongi sejumlah alat bukti atas adanya dugaan korupsi dalam pembangunan asrama MTsN 1 Tahuna.
“Tim penyidik telah mendapatkan kesimpulan berdasarkan hasil penyidikan dengan minimal dua alat bukti. Tersangka akan ditahan selama 20 hari di Lapas Tahuna, terhitung mulai 16 Desember 2024 hingga 4 Januari 2025,” jelasnya.
Lanjut Kajari mengungkapkan, bahwa proyek pembangunan gedung asrama tersebut seharusnya rampung pada tahun 2020. Namun, hingga kini, bangunan tersebut belum diserahterimakan kepada pihak sekolah. Sehingga mengakibatkan kerugian negara dan tidak terpenuhinya fasilitas bagi siswa yang membutuhkan.
“Akibat tak adanya serah terima, kondisi bangunan saat ini sudah banyak mengalami kerusakan karena tidak dirawat. Hal ini berdampak langsung pada anak-anak didik kita, terutama yang berasal dari daerah terpencil. Padahal, tujuan awal pembangunan asrama ini adalah untuk mendukung mereka,” tutur Ginting.
Sementara itu, Plt Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Sangihe, Syaiful Arif SH menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan langkah paksa berupa penahanan terhadap tersangka ST.
“Tersangka sebelumnya mangkir dari panggilan kami minggu lalu tanpa alasan jelas. Karena itu, kami memutuskan untuk melakukan penahanan guna mencegah kemungkinan melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidana,” jelasnya.
Diketahui, tersangka ST dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) junto Pasal 18 Undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Subsider Pasal 3 junto Pasal 18 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Jika pada penyidikan selanjutnya ditemukan dua alat bukti yang cukup, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru,” pungkas Syaiful Arif. (***)